Hampir disetiap daerah di ibukota, dapat kita jumpai permukiman kumuh yang menyempil diantara bangunan-bangunan megah. Permukiman itu biasanya mengisi ruang-ruang kosong yang memang disediakan untuk Ruang Terbuka Hijau atau lahan serapan air. Contohnya bantaran kali yang kini sudah penuh dengan permukiman-permukiman sehingga menyebabkan berkurangnya Daerah Aliran Sungai (DAS). Perkembangan permukiman kumuh sudah sangat mengkhawatirkan, saat ini permukiman kumuh di Indonesia luasnya sudah mencapai 57,8 juta hektar. Melihat kondisi seperti ini perlu adanya gerakan dari pemerintah pusat untuk merelokasi permukiman kumuh khususnya di daerah Jakarta.
Penting untuk diketahui, pemerintah DKI Jakarta mulai tahun 1992 telah memprioritaskan program perbaikan pemukiman kumuh. Jakarta yang memiliki luas 664,33 m2 pada pertengahan tahun 1993 terdapat sekitar 1,6 juta jiwa penduduk yang mendiami daerah kumuh dilahan seluas 2.855,20 hektar atau sekitar 4,75 persen dari luas 664,33km2, yang sebelumnya pada tahun 1992 terdapat 2.377.000 jiwa penduduk miskin. Jumlah tersebut erat kaitannya dengan arus urbanisasi yang begitu tinggi, terutama pada pasca-lebaran jumlah penduduk yang masuk ke DKI Jakarta bisa mencapai 200 sampai 300 ribu orang.
Pertumbuhan migrasi di Jakarta menurut Lembaga Demografi FEUI, naik dari 1,73 persen pada tahun 1990-1995 menjadi 22,2 persen pada tahun 1995-2000; sedangkan pertumbuhan secara alamiah menurun dari 1,60 persen pada tahun 1990-1995 menjadi 1,11 persen pada tahun 1995-2000. Tingginya arus urbanisasi ini dapat dimengerti, karena Jakarta dipandang sebagai tumpuan harapan oleh penduduk desa, karena kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja jauh lebih banyak terutama di sektor informal yang mudah dimasuki oleh pendatang baru dan sangat menjanjikan.
Niat Pemda DKI untuk mengikis habis kawasan kumuh melalui program perbaikan pemukiman kumuh dengan pembangunan rumah susun. Pembangunan rumah susun di masa yang akan datang secara fisik dapat memenuhi kebutuhan pemukiman di Jakarta yang semakin padat penduduknya. Tetapi pada kenyataannya pembangunan rumah susun yang telah selesai dibangun di lokasi pemukiman kumuh umumnya tidak sesuai dengan program yang telah ada, karena dari 736 rumah tangga yang tergusur hanya ada 160 rumah tangga yang dapat menempati rumah susun yang telah dibangun pada tahun 1984. Hal ini disebabkan karena rumah susun yang telah dibangun dijual melalui iklan yang tidak mungkin lagi dapat dibeli oleh masyarakat yang terkena gusur dengan uang ganti rugi yang sangat kecil. Akibatnya 676 rumah tangga lainnya ada yang pindah ke perkampungan kumuh lainnya dan ada yang pindah ke kota serta ada yang membeli perumnas di luar kota bagi yang mampu.
Sumber : http://www.depsos.go.id; http://ineumaelani.blogspot.com; Google.co.id
ngga bisa diposting ulang...
BalasHapusMengatasi pemukiman kumuh memang tidak cukup dari sisi teknis, sisi manusianya juga harus diperhatikan...
BalasHapus