Selamat membaca

Senin, 21 November 2011

Penjelasan Hukum Kontrak Kerja Konstruksi



Dalam kontrak kerja konstruksi pada umumnya merupakan kontrak bersyarat yang meliputi:
  1. Syarat validitas, merupakan syarat berlakunya satu perikatan
  2. Syarat waktu, merupakan syarat yang membatasi berlakunya kontrak tersebut. Hal ini berkaitan dengan sifat proyek yang memiliki batasan waktu dalam pengerjaannya.
  3. Syarat Kelengkapan, merupakan syarat yang harus dilengkapi oleh satu atau kedua pihak sebagai prasyarat berlakunya perikatan bersyarat tersebut. Kelengkapan yang dimaksud dalam kontrak kerja konstruksi, diantaranya kelengkapan desain, kelengkapan gambaran dan kelengkapan jaminan.
Aspek-aspek kontrak adalah teknik, keuangan dan perpajakan, serta aspek hukum. 
Aspek teknik antara lain terdiri atas:
a.   Syarat-syarat umum kontrak (General Condition of Contract)
b.   Lampiran-lampiran (Appendix)
c.   Syarat-syarat Khusus Kontrak (Special Condition of contract / Conditions of Contract – Particular)
d.   Spesifikasi Teknis (Technical Spesification)
e.   Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawing)
Aspek Keuangan / Perbankan terdiri atas:
a.       Nilai kontrak (Contract Amount) / Harga Borongan
b.      Cara Pembayaran (Method of Payment)
c.       Jaminan (Guarantee / Bonds)
Aspek yang terkait dengan Perpajakan adalah:
a.       Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
b.      Pajak Penghasilan (PPh)
Aspek Perasuransian, Sosial Ekonomi dan Administrasi antara lain:
a.   CAR dan TPL
b.   ASKES
c.   Keharusan penggunaan Tenaga kerja lokal, lokasi perolehan material dan dampak lingkungan.
d.  Sisi administrasi antara lain keterangan mengenai para pihak, laporan keuangan, surat-menyurat dan hubungan kerja antara pihak.


Menurut KUH Perdata, tiga asas hukum kontrak yang berlaku di Indonesia yaitu asas kebebasan berkontrak, asas mengikat sebagai undang-undang dan asas berkonsensualitas. Asas kebebasan berkontrak merupakan kebebasan membuat kontrak sejauh tidak bertentangan hukum, ketertiban, dan kesusilaan. Meliputi lima macam kebebasan, yaitu:
1.      Kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak
2.      Kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan menutup kontrak
3.      Kebebasan para pihak menentukan bentuk kontrak
4.      Kebebasan para pihak menentukan isi kontrak
5.      Kebebasan para pihak menentukan cara penutupan kontrak

Asas mengikat sebagai undang-undang secara tersurat tercantum di dalam pasal 1338 KUH Perdata. Pasal tersebut menyatakan bahwa semua kontrak yang dibuat secara sah akan mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak di dalam kontrak tersebut. Asas konsensualitas yang tersirat dalam Pasal 1320 KUH Perdata berarti sebuah kontrak sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak di dalam kontrak sejak terjadi kata sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Pasal 2 yang menjelaskan asas-asas kontrak yang digunakan sebagai landasan dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, yaitu :
1        Adil, yaitu melindungi kepentingan masing-masing pihak secara wajar dan tidak melindungi salah satu pihak secara berlebihan sehingga merugikan pihak lain.
2        Seimbang, yaitu pembagian risiko antara pengguna jasa dan penyedia jasa harus seimbang.
3        Setara, yaitu hak dan kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa harus setara


Kontrak konstruksi, bagaimanapun bentuk dan jenisnya haruslah mentaati peraturan yang ada. Artinya kontrak tidak boleh melanggar prinsip-prinsip kontrak yang terdapat dalam peraturan atau perundang-undangan di negara dimana proyek konstruksi dilaksanakan. Ilustrasi keberadaan kontrak secara hukum ditunjukkan dalam gambar berikut:

 Kontrak Konstruksi

Kontrak konstruksi di negri ini, pada umumnya belum sesuai dengan peraturan yang ada. Terutama untuk proyek swasta. Pihak swasta ingin memindahkan segala risiko ke pihak kontraktor. Padahal, ini akan jadi bumerang bagi pihak swasta tersebut.

Bentuk dan Jenis Kontrak
Banyaknya jenis dan standar kontrak yang berkembang dalam industri konstruksi memberikan beberapa alternatif pada pihak pemilik untuk memilih jenis dan standar kontrak yang akan digunakan. Beberapa jenis dan standar kontrak yang berkembang diantaranya adalah Federation Internationale des Ingenieurs Counseils (FIDIC), Joint Contract Tribunal (JCT), Institution of Civil Engineers (I.C.E), General Condition of Goverment Contract for Building and Civil Engineering Works (GC/Works), dan lain-lain. Bentuk kontrak konstruksi bermacam-macam dipandang dari aspek-aspek tertentu. Ada empat aspek atau sisi pandang bentuk kontrak konstruksi, yaitu:
1.   Aspek Perhitungan Biaya
a.   Fixed Lump Sum Price
b.    Unit Price
2.   Aspek Perhitungan Jasa
a.   Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee)
b.   Biaya Ditambah Jasa (Cost Plus Fee)
c.   Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost Plus Fixed Fee)
3.   Aspek Cara Pembayaran
a.   Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment)
b.   Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment)
c.   Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full Pre-financed)
4.   Aspek Pembagian Tugas
a.   Bentuk Kontrak Konvensional
b.   Bentuk Kontrak Spesialis
c.   Bentuk Kontrak Rancang Bangun (Design Construction/Built, Turn-key)
d.  Bentuk Kontrak Engineering, Procurement dan Construction (EPC)
e.   Bentuk Kontrak BOT/BLT
f.   Bentuk Swakelola (Force Account)

Isi Kontrak
Secara substansial, kontrak konstruksi memiliki bentuk yang berbeda dari bentuk kontrak komersial lainnya, hal ini dikarenakan komoditas yang dihasilkan bukan merupakan produk standar, namun berupa struktur yang memiliki sifat yang unik dengan batasan mutu, waktu, dan biaya. Dalam kenyataannya, kontrak konstruksi terdiri dari beberapa dokumen yang berbeda dalam tiap proyek. Namun secara umum kontrak konstruksi terdiri dari:
1.   Agreement (Surat Perjanjian)
Menguraikan pekerjaan yang akan dikerjakan, waktu penyelesaian yang diperlukan, nilai kontrak, ketentuan mengenai pembayaran, dan daftar dokumen lain yang menyusun kelengkapan kontrak..
2.   Condition of the Contract (Syarat-syarat Kontrak)
Terdiri dari general conditions (syarat-syarat umum kontrak) yang berisi ketentuan yang diberikan oleh pemilik kepada kontraktor sebelum tender dimulai dan special condition (syarat-syarat khusus kontrak) yang berisi ketentuan tambahan dalam kontrak yang sesuai dengan proyek.
3.   Contract Plan (Perencanaan Kontrak)
Berupa gambar yang memperlihatkan lokasi, dimensi dan detil pekerjaan yang harus dilaksanakan.
4.   Spesification (Spesifikasi)
Keterangan tertulis yang memberikan informasi detil mengenai material, peralatan dan cara pengerjaan yang tidak tercantum dalam gambar.

Isi Perjanjian/Kontrak harus memuat antara lain:
a.   Uraian para pihak
b.   Konsiderasi
c.   Lingkup Pekerjaan
d.   Nilai Kontrak
e.   Bentuk Kontrak yang Dipakai
f.   Jangka Waktu Pelaksanaan
g.   Prioritas Dokumen

Prinsip dari urutan kekuatan (prioritas untuk diikuti/dilaksanakan) adalah dokumen yang terbit lebih akhir adalah yang lebih kuat/mengikat untuk dilaksanakan. Apabila tidak ditentukan lain, sesuai dengan prinsip tersebut diatas, maka urutan/prioritas pelaksanaan pekerjaan di Proyek adalah berdasarkan:
1.   Instruksi tertulis dari Konsultan MK (jika ada)
2.   Addendum Kontrak (jika ada)
3.   Surat Perjanjian pemborongan (Article of Agreement) dan syarat-syarat Perjanjian  (Condition of Contract)
4.   Surat Perintah Kerja (Notice to Proceed), Surat Penunjukan (Letter of Acceptance)
5.   Berita Acara Negosiasai
6.   Berta Acara Klarifikasi
7.   Berita Acara Aanwijzing
8.   Syarat-syarat Administrasi
9.   Spesifikasi/Syarat Teknis
10. Gambar Rencana Detail
11. Gambar Rencana
12. Rincian Nilai Kontrak


Pasal-pasal Penting Kontrak
Berdasarkan pengalaman, terdapat pasal-pasal kontrak yang sering menimbulkan kesalahpahaman (dispute) antara Pemilik proyek dan Kontraktor. Pasal-pasal ini perlu mendapat perhatian pada saat penyusunan kontrak sebelum
ditandatangani. Pasal-pasal penting dalam kontrak adalah sebagai berikut:
a.   Lingkup pekerjaan : berisi tentang uraian pekerjaan yang termasuk dalam kontrak.
b.  Jangka waktu pelaksanaan, menjelaskan tentang total durasi pelaksanaan, Pentahapan (milestone) bila ada, Hak memperoleh perpanjangan waktu, Ganti rugi keterlambatan.
c.  Harga borongan, menjelaskan nilai yang harus dibayarkan oleh pemilik proyek kepada kontraktor  untuk melaksanakan seluruh lingkup pekerjaan, sifat kontrak lumpsum fixed price atau unit price, biaya-biaya yang termasuk dalam harga borongan.
d.  Cara pembayaran, berisi ketentuan tentang tahapan pembayaran, cara pengukuran prestasi, Jangka waktu pembayaran, Jumlah pembayaran yang ditahan pada setiap tahap (retensi), Konsekuensi apabila terjadi keterlambatan pembayaran (misalnya denda).
e. Pekerjaan tambah atau kurang, berisi Definisi pekerjaan tambah/kurang, Dasar pelaksanaan pekerjaan tambah/kurang (misal persetujuan yang diperlukan), dampak pekerjaan tambah/kurang terhadap harga borongan, Dampak pekerjaan tambah/kurang terhadap waktu pelaksanaan, Cara pembayaran pekerjaan tambah/kurang.
f.  Pengakhiran perjanjian, berisi ketentuan tentang hal-hal yang dapat mengakibatkan pengakhiran perjanjian, Hak untuk mengakhiri perjanjian, Konsekuensi dari pengakhiran perjanjian.






read more “Penjelasan Hukum Kontrak Kerja Konstruksi”

Penjelasan Mengenai Kontrak Kerja Konstruksi


Kontrak merupakan dokumen yang penting dalam proyek. Segala hal terkait hak dan kewajiban antar pihak serta alokasi risiko diatur dalam kontrak. Pemahaman kontrak mutlak diperlukan oleh Tim proyek dalam menjalankan proyek agar semua masalah dan risiko yang terkandung di dalamnya dapat diatasi dan sesuai dengan kemampuan masing-masing pihak untuk mengatasinya. Kerugian proyek terbesar disebabkan oleh kegagalan dalam mengelola kontrak konstruksi. Sayang kesadaran tentang pemahaman kontrak belum tinggi.

Definisi Kontrak
Definisi kontrak adalah:
  • PMBOK : Dokumen yang mengikat pembeli dan penjual secara hukum. Kontrak merupakan persetujuan yang mengikat penjual dan penyedia jasa, barang, maupun suatu hasil, dan mengikat pembeli untuk menyediakan uang atau pertimbangan lain yang berharga.
  • FIDIC Edisi 2006 : Kontrak berarti Perjanjian Kontrak (Contract Agreement), Surat Penunjukan (Letter of Acceptance), Surat Penawaran (Letter of Tender), Persyaratan (Conditions), Spesifikasi (Spesifications), Gambar-gambar (Drawings), Jadual/Daftar (Schedules), dan dokumen lain (bila ada) yang tercantum dalam perjanjian kontrak atau dalam Surat Penunjukan.
  • UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi dijelaskan bahwa kontrak kerja konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
  • Kontrak kerja konstruksi adalah juga kontrak bisinis yang merupakan suatu perjanjian dalam bentuk tertulis dimana substansi yang disetujui oleh para pihak yang terikat di dalamnya terdapat tindakan-tindakan yang bermuatan bisnis. Sedangkan yang dimaksud bisnis adalah tindakan yang mempunyai aspek komersial. Dengan demikian kontrak kerja konstruksi yang juga merupakan kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua atau lebih pihak yang mempunyai nilai komersial (Hikmahanto Juwana, 2001).

Dokumen kontrak yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah dokumen Syarat-syarat Perjanjian (Condition of Contract) karena dalam dokumen inilah dituangkan semua ketentuan yang merupakan aturan main yang disepakati oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian.


Dokumen kontrak adalah kumpulan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak yang sekurang-kurangnya berisi ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 29/2000 Pasal 22, yaitu:
a.       Surat Perjanjian
b.      Dokumen Tender
c.       Penawaran
d.      Berita Acara
e.       Surat Pernyataan Pengguna Jasa
f.       Surat Pernyataan Penyedia Jasa


Sementara itu dokumen kontrak untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan dengan dengan sistem Pelelangan Nasional (National/Local Competitive Bidding) dalam urutan prioritas terdiri dari :
a. Surat Perjanjian termasuk Adendum Kontrak (bila ada);
b. Surat Penunjukan Pemenang Lelang;
c. Surat Penawaran;
d. Adendum Dokumen Lelang;
e. Data Kontrak;
f. Syarat-syarat Kontrak;
g. Spesifikasi;
h. Gambar-gambar;
i. Daftar Kuantitas dan harga yang telah diisi harga penawarannya;
j. Dokumen lain yang tercantum dalam Data Kontrak pembentuk bagian dari kontrak;


Sedangkan untuk kontrak-kontrak dengan sistem Pelelangan Internasional (International Competitive Bidding), dokumen kontrak tersebut secara urutan prioritas meliputi :
a. the Contract Agreement;
b. the Letter of Acceptance;
c. the Bid and the Appendix to Bid;
d. the Conditions of Contract, Part II;
e. the Conditions of Contract, Part I;
f. the Specifications;
g. the Drawings;
h. the priced Bill of Quantities; and
i. other documents, as listed in the Appendix to Bid.

Keppres N0. 80/2003 memuat ketentuan mengenai dokumen kontrak sebagai berikut :
Kontrak terdiri dari :
1. Surat Perjanjian;
2. Syarat-syarat Umum Kontrak;
3. Syarat-syarat Khusus Kontrak; dan
4. Dokumen Lainya Yang Merupakan Bagian Dari Kontrak yang terdiri dari :
   a. Surat penunjukan;
   b. Surat penawaran;
   c. Spesifikasi khusus;
   d. Gambar-gambar;
   e. Adenda dalam proses pemilihan yang kemudian dimasukkan di masing-masing substansinya;
   f. Daftar kuantitas dan harga (untuk kontrak harga satuan);
  g. Dokumen lainnya, misalnya :
      1) Dokumen penawaran lainnya;
      2) Jaminan pelaksanaan;
      3) Jaminan uang muka.






read more “Penjelasan Mengenai Kontrak Kerja Konstruksi”

Ketidakmampuan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Perkotaan



Perkotaan di Indonesia mempunyai masalah yang tipikal, diantaranya urbanisasi, lingkungan, dan sosial. Berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan tata ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam melaksanakan perencanaan pembangunan. Kritikan tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan Daerah dalam acara dialog Suara Daerah dengan tema “Masalah Perkotaan di Berbagai Daerah”. Dialog berlangsung di Press Room DPD, Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (22/07). Pembicara dalam acara tersebut adalah Intsiawati Ayus (Anggota DPD Provinsi Riau), Wasis Siswoyo (Anggota DPD Provinsi Jawa Timur), Dani Anwar (Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta), dan Doni Janarto Widiantoro (Kasubdit Lintas Wilayah Direktorat Penataan Ruang Wilayah II).


Intsiawati menilai bahwa pada umumnya eksekutif dan legislatif masih berpikir konvensional, dan tidak memiliki konsep pembangunan yang tegas dan jelas. Ia juga mengamati bahwa kepala daerah masih banyak yang belum mengenal konsep pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, yaitu yang berwawasan lingkungan. Menurut Intsiawati ada dua hal untuk menyikapi masalah pembangunan kota, yaitu perencanaan dan pembangunan. Namun, untuk masalahnya justru berawal dari kebijakan pemerintah daerah itu sendiri, yang melakukan penyimpangan terhadap tata ruang kota. “Perda yang diturunkan tentang rencana tata ruang kota yaitu bagi saya hanyalah sebuah konsep formalitas. Karena pemerintah daerah tidak konsekuen dalam melaksanakan perencanaan pembangunan, belum lagi kita bicara kurang efektifnya dan koordinasi antar dinas dan instansi,” ungkap Intsiawati.

Masalah kedua yang disebutkan Intsiawati adalah integrasi antar kota dan kabupaten, yaitu adanya isu kesenjangan wilayah. “Langkah idealnya satu kota seimbang memberikan kemajuan dan tidak melemahkan wilayah di sebelahnya,” jelasnya.

Sementara itu, Wasis mengatakan bahwa untuk menciptakan kota yang nyaman, penataan kota harus direncanakan secara matang. Ia menjelaskan keadaan di Jawa Timur yang sudah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. “Karena itu banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan dan dibiarkan. Contoh, misalnya di kota Malang, pembangunan mal tidak sesuai dengan rencana RTRW Kabupaten/Kota, ternyata ketika masyarakat melakukan protes terhadap pembangunan itu, tapi tetap berjalan tanpa ada sanksi yang jelas,” katanya.



Wasis juga mencontohkan masalah lumpur Lapindo yang belum ada rencana pengganti ruangan yang telah rusak, seperti jalan akses ke Surabaya maupun kota-kota lain, sehingga mengganggu ekonomi masyarakat. Masalah lainnya berkaitan dengan pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang tak kunjung rampung.


Dani Anwar yang menjadi anggota DPD dari ibukota negara menyebutkan tiga hal penting mengenai persoalan perkotaan. Pertama, Indonesia tidak punya perencanaan terintegrasi, sehingga berbagai macam persoalan muncul berkaitan dengan pembangunan kota. Kedua, konsistensi dalam melaksanakan aturan yang ada juga lemah. “Seluruh pemerintah, baik pusat dan daerah keliatannya konsistensinya kalau berhadapan sama pemodal, loyo dia, seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba kawasan hijau itu mau dijadikan mal”, tegasnya.


Ketiga, pemerintah kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-persoalan di masa yang akan datang. Dani mencontohkan Belanda yang membuat rencana tata ruang kota dengan matang hingga beratus-ratus tahun tidak berubah. Dikatakannya, pemerintah Indonesia dianggap tidak mampu melaksanakan perencanaan, contohnya pembangunan Becak Kayu (Bekasi, Cawang, Kampung Melayu) dan proyek monorel yang terhenti pembangunannya. “Kadang peraturan kurang mampu mengatasi persoalan-persoalan di masa depan yang begitu cepat perkembangannya. Kemudian yang terjadi adalah pembiaran pelanggaran terhadap tata kota, sehingga kotanya semrawut,” katanya.


Pendapat Dani tersebut diakui oleh Doni Janarto yang mengatakan bahwa tidak adanya kejelasan aturan main dalam tata ruang kota. “Jadi sejak ada otonomi daerah, pusat tidak lagi punya portofolio tentang perkotaan. Sehingga kalau kita tanya tentang kebijakan pembangunan kota, tidak ada satupun yang berani mengatakan bertanggung jawab,” katanya. Tapi, pada kenyataannya kota-kota itu berkembang tanpa arah dan kendali, lanjutnya.


Doni menerangkan bahwa isu-isu di perkotaan tipikal di berbagai daerah. Pertama urbanisasi yang terbagi menjadi dua definisi, yaitu perpindahan penduduk dari desa ke kota dan daerah rural yang menjadi urban. Dengan adanya perpindahan penduduk, sektor pertanian yang menjadi andalan pedesaan kini berkurang kontribusinya hingga tersisa 15%-20% dari PDB nasional. Kemudian, proses desa yang berubah menjadi kota, menurut Doni lebih berbahaya. “Karena tidak hanya masalah sosial, tapi juga lingkungan, alih fungsi yang luar biasa di kawasan-kawasan rural, yang mengakibatkan bencana-bencana yang kita rasakan di perkotaan,” jelasnya.


Sumber : http://dpd.go.id ; photo from Google.co.id


read more “Ketidakmampuan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Perkotaan”

Senin, 14 November 2011

Solusi Pemukiman Kumuh di Jakarta



Hampir disetiap daerah di ibukota, dapat kita jumpai permukiman kumuh yang menyempil diantara bangunan-bangunan megah. Permukiman itu biasanya mengisi ruang-ruang kosong yang memang disediakan untuk Ruang Terbuka Hijau atau lahan serapan air. Contohnya bantaran kali yang kini sudah penuh dengan permukiman-permukiman sehingga menyebabkan berkurangnya Daerah Aliran Sungai (DAS). Perkembangan permukiman kumuh sudah sangat mengkhawatirkan, saat ini permukiman kumuh di Indonesia luasnya sudah mencapai 57,8 juta hektar. Melihat kondisi seperti ini perlu adanya gerakan dari pemerintah pusat untuk merelokasi permukiman kumuh khususnya di daerah Jakarta.



Penting untuk diketahui, pemerintah DKI Jakarta mulai tahun 1992 telah memprioritaskan program perbaikan pemukiman kumuh. Jakarta yang memiliki luas 664,33 m2 pada pertengahan tahun 1993 terdapat sekitar 1,6 juta jiwa penduduk yang mendiami daerah kumuh dilahan seluas 2.855,20 hektar atau sekitar 4,75 persen dari luas 664,33km2, yang sebelumnya pada tahun 1992 terdapat 2.377.000 jiwa penduduk miskin. Jumlah tersebut erat kaitannya dengan arus urbanisasi yang begitu tinggi, terutama pada pasca-lebaran jumlah penduduk yang masuk ke DKI Jakarta bisa mencapai 200 sampai 300 ribu orang.



Pertumbuhan migrasi di Jakarta menurut Lembaga Demografi FEUI, naik dari 1,73 persen pada tahun 1990-1995 menjadi 22,2 persen pada tahun 1995-2000; sedangkan pertumbuhan secara alamiah menurun dari 1,60 persen pada tahun 1990-1995 menjadi 1,11 persen pada tahun 1995-2000. Tingginya arus urbanisasi ini dapat dimengerti, karena Jakarta dipandang sebagai tumpuan harapan oleh penduduk desa, karena kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja jauh lebih banyak terutama di sektor informal yang mudah dimasuki oleh pendatang baru dan sangat menjanjikan.


Niat Pemda DKI untuk mengikis habis kawasan kumuh melalui program perbaikan pemukiman kumuh dengan pembangunan rumah susun. Pembangunan rumah susun di masa yang akan datang secara fisik dapat memenuhi kebutuhan pemukiman di Jakarta yang semakin padat penduduknya. Tetapi pada kenyataannya pembangunan rumah susun yang telah selesai dibangun di lokasi pemukiman kumuh umumnya tidak sesuai dengan program yang telah ada, karena dari 736 rumah tangga yang tergusur hanya ada 160 rumah tangga yang dapat menempati rumah susun yang telah dibangun pada tahun 1984. Hal ini disebabkan karena rumah susun yang telah dibangun dijual melalui iklan yang tidak mungkin lagi dapat dibeli oleh masyarakat yang terkena gusur dengan uang ganti rugi yang sangat kecil. Akibatnya 676 rumah tangga lainnya ada yang pindah ke perkampungan kumuh lainnya dan ada yang pindah ke kota serta ada yang membeli perumnas di luar kota bagi yang mampu.



Sumber :  http://www.depsos.go.id; http://ineumaelani.blogspot.com; Google.co.id




read more “Solusi Pemukiman Kumuh di Jakarta”